Header Ads

Ayo Kita Naik Angkutan Umum



Naik Bus
"Negara maju bukanlah negara yang orang miskin bisa naik mobil mewah, tapi negara dimana orang kaya bisa naik angkutan umum dengan nyaman". Entah kenapa, saya terlalu suka dengan quote diatas, setelah pertama kali membacanya di tweet seorang senior. Apa karena saya pencinta kendaraan umum? Atau karena tidak pernah sanggup untuk membeli mobil mewah? Wallau a'alm, yang pasti, setiap saya naik kendaraan umum, saya sering teringat dengan quote tersebut.

Waktu kecil, saya terlalu terobsesi dengan namanya "moto panyang", labi-labi dan kapai meuret yang ada di blang padang. Mungkin karena paman saya seorang sopir, dan abang sepupu saya seorang kinet labi-labi, saya jadi terlalu suka dengan profesi tersebut. Rasanya minta uang dari abang atau paman yang sopir dan kinet lebih mudah dari pada ortu yang PNS. Jelas memang, income almarhum paman memang lebih bagus saat itu. Selain labi-labi masih jarang, angkutan desa itu juga promadona.


Sekarang tentu berbeda, dengan membaiknya status ekonomi masyarakat, pendapatan mereka meningkat, hampir semua orang sudah sanggup untuk membeli sepeda motor, atas dalam bahasa sumatra kami sebut "kereta", atau dalam bahasa Aceh disebut "honda" (walau merek yamaha atau suzuki, tetap saja honda sebutannya). Karena banyaknya orang yang punya honda ini, pengguna transportasi umum seperti labi labi mulai terbatas, hanya untuk anak sekolah uyang mungkin orang tunya belum sanggup membeli honda, atau nenek nenek yang berjualan di pasar dimana labi labi telah menjadi sahabat mereka sejak lama. Kini, transportasi publik malah seperti barang antik yang "hidup segan mati tak mau". Lihat Banda Aceh dan Aceh besar contohnya, labi labi yang jalan bisa dihitung jari, jumlahnya juga sangat sedkit, penumpangnya apalagi. Damri juga setali tiga uang, dulu selalu dinanti-nantikan oleh mahasiswa, kini sangat sedikit yang mau naik transportasi publik ini, padahal banyak sekali sarjana yang kemudian menjadi orang sukses seperti professor, guru besar, ilmuwan hingga gubernur yang menggunakan alat trasportasi ini waktu mereka menuntut ilmu dulu.

Ada satu pertanyaan yang sering terlintas dikepala saya, kenapa anak muda sepertinya terlalu "segan" untuk menggunakan kendaraan umum? Apa karena mahal? Saya rasa pakai mobil probadi lebih banyak borosnya. Atau karena terlalu lambat? Itu bisa jadi. Tapi jika alasannya karena gengsi, saya rasa kita harus buang jauh jauh alasan tersebut. Terlalu banyak sudah minyak alam yang kita bakar sia sia setiap hari. Bayangkan, berapa juta liter minyak bumi yang menjadi asap menghilang hanya untuk mempertahankan gengsi kita? Apakah tidak lebih bijak jika kita pakai transportasi umum saja, sehingga minyak yang dibakar jadi lebih sedikit karena kita gunakan secara bersama-sama?

Banyak PR memang yang harus kita lakukan untuk membuat transportasi publik menjadi primadona seperti di Jerman. Pertama pemerintah harus memastikan alat transportasi tersebut aman dan nyaman untuk di gunakan. Kemudian harus dikelola dengan profesional sehingga tidak bangkrut, dan yang paling penting tentu agar jadwalnya tepat, tidak sembrautan seperti transjakarta sekarang (eh, kok lari kesana ya?)

Bayangkan suatu saat nanti, kita keluar dari rumah mau ke kantor atau ke sekolah, dari rumah kita bisa jalan kaki ke halte terdekat. Di halte, jadwal tiba bus sudah tertulis dan bus nya selalu tida tepat waktu. Saat bus tiba, kita bisa langsung naik kedalam tanpa harus sibuk-sibuk bayar ongkos karena memang semua penumpang sudah punya kartu bus yang sudah dibayar di awal bulan (atau langsung dipotong dari gaji). Didalam bus kursi pasti tersedia, karena jumlah bus yang lewat selalu disesuikan dengan jumlah penumpang, kalaupun harus berdiri, itu hanya sebentar saja. Didalam bus kita merasa nyaman karena busnya sudah dilengkapi dengan AC. Sambil duduk kita bisa membaca buku, membalas email, ngeblog lewat smartphone atau membaca tugas kuliah buat yang mahasiswa. Kita tiba di tempat kerja atau di kuliah tepat waktu, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh bus. Kita juga tak perlu khawatir antar jemput anak yang masih di sekolah dasar karena transportasi serupa juga sudah disediakan untuk mereka.

Pertanyaan selanjutnya, kapan transportasi publik seperti ini akan terwujud? Dan jika sudah ada nantinya, maukan orang membuang gengsi dan mau naik kendaraan umum, bercampur dengan orang lain yang kadang mereka anggap lebih rendah (dari segi sosial ekonomi) dari mereka? Ada yang bisa jawab? Atau malah transportasi ini hanya ada dalam angan angan kita saja?

No comments

Powered by Blogger.